Kamis, 12 Maret 2015

PANTUN UNTUK IBU

Tanam ubi tanam tebu
Tanam pula di tepi paya
Terima kasih kepada ibu
Membesarkan kita hingga berjaya

Tanam pula di tepi paya
Mudah pula mengail ikan
Membesarkan kita hingga berjaya
Dengan ilmu terus diamalkan

Mudah pula mengail ikan
Ada haruan dan sepat
Dengan ilmu terus diamalkan
Betul aqidah pahalapun dapat

Ada haruan dan sepat
Boleh masak gulai lemak
Betul aqidah pahalapun dapat
Kesan tarbiyah oleh ulama

Boleh masak gulai lemak
Makan lepas solat zohor
Kesan tarbiyah oleh ulamak
Nama Shafie kekal masyhur

Makan lepas solat zohor
Minum air dari labu
Nama Shafie kekal masyhur
Bimbingan awal dari ibu

Minum air dari labu
Boleh dibawa bila berjalan
Bimbingan awal dari ibu
Serta kasih yang berkekalan

Boleh dibawa bila berjalan
Kitab Shafie berjudul Risalah
Serta kasih yang berkekalan
Kuat hubungan dengan Allah

Kitab Shafie berjudul Risalah
Ada terjemahan ke bahasa Melayu
Kuat hubungan dengan Allah
Ibu yang ikut wahyu

Ada terjemahan ke bahasa Melayu
Mudah faham isi kandungannya
Ibu yang ikut wahyu
Jadilah anak didiknya berjaya

GERIMIS DI KOTA KU

titik-titik memebasah
melompat-lompat di atas tanah
kabarkan duka yang pernah singgah

daun-daun melayang sendu
gugur bersama alunan waktu
kenangan dalam kian membisu
bersama himpitan waktu

gerimis di kotaku
kapankan berlalu
kapan kau hapuskan iringan rindu
yang tak kan mungkin berpadu

gerimis di kotaku
janganlah kau membasah lagi
sudahlah kau pergi
bersama harapan baru yang sudah menanti

CINTA BERSEMI DI EKSCUL BAND

Hay guys, Namaku Afifah Indah, aku duduk di kelas 8 F, sekolahku di SMPN 1 PRAMBON (SPENSPRA), dan ini ceritaku…
Semua berawal dari perkenalan yang indah di ruang band sekolah. Aku mengenal dia pas hari Selasa akhir bulan februari tahun lalu yaitu tahun 2013. Dia gitaris SPENSPRA, dan aku juga ikut ekskul band, kebetulan aku vokalisnya. dia cowok yang cool, cakep, gitaris, alim lagi. wih… sip deh pokoknya perfect banget. namanya Danang Wahyudi.
Aku udah ngira, pasti banyak cewek yang ngedeket dia, bahkan temen vokalisku juga hampir semua suka dia tapi karena sifatnya Cuek jadi gak direspon sama kak danang. Aku gak mau dibilang tukang tikung, okelah aku ngalah aja demi teman.
Tiga bulan lebih kenal kak danang, tapi aku malah makin sayang sama dia, makin aku coba move on tapi aku makin sayang sama kak danang. Aku pendam rasa ini sendirian cuma sahabat aja yang tau tentang ini.
Tepat di bulan Juni tanggal 16 kak danang ulang tahun, aku hanya bisa kasih selamat lewat facebook, dan tepat 16 juni 2013 jam 20.00 malam dia mulai sms aku “Hy aff”, aku pun menjawab “siapa?”, dia menjawab “masa ga kenal sama saya?”, aku jawab “kamu siapa sih?”, dia jawab “Denk”, aku jawab “oh kak danang :)” dan akhirnya kita konekan terus tidak ada sehari pun tanpa sms dia.
Tapi 30 06 2013 pas buka beranda kak danang ternyata statusnya berpacaran. Dia pacaran sama kakak kelasku, tapi maaf aku nggak mau nyebut namanya. Dan saat itu aku jadi males sms kak danang, sampai dia bilang gini “Dek, kakak pengen kita jadi adek kakakan terus walau kita udah punya pasangan masing-masing”. Hubungan Mereka nggak lama, cuma 2 minggu. lalu mereka putus.
Setelah mereka putus, kak danang bilang kalau sebenarnya sayang banget sama aku dari dulu pas pertama ketemu. Akhirnya aku terima aja cinta dia karena aku juga cinta banget sama dia.

CERITA CINTA TERINDAH

Saat pertama melihat tampangnya, tak sedikit pun aku menduga bakal mengalami kecelakaan ini: jatuh cinta! Ia tidak tampan. Bahkan tampilan fisiknya boleh disebut kusut. Gondrong sebahunya pasti hanya sesekali disisir dengan jemari tangannya. Dan ketika hidungku hanya berjarak beberapa senti dari tubuhnya, tak ada yang bisa tertangkap selain aroma keringatnya yang berbaur dengan bau kerak nikotin yang sangat menyengat. Ia laki-laki yang selalu berasap.

Ia juga susah dimasukkan ke dalam kelompok laki-laki supel yang gampang akrab. Bahkan aku baru bisa bercakap-cakap dengannya dalam arti yang sesungguhnya setelah nyaris putus asa. Hari pertama, aku hanya mendapatkan senyuman hambarnya. Aku belum mendapatkan sedikit pun alasan untuk tertarik padanya. Hari kedua, kami baru berjabat tangan, dan kusebut namaku, dan ia sebut namanya

"Ouw, aku sudah kenal nama itu. Kau cukup banyak menulis artikel seputar persoalan perempuan, kan?"

Aku sedikit terkejut, padahal sudah menduga sebelumnya jika ia akan berkomentar seperti itu setelah kusebut namaku.

"Aku juga cukup banyak membaca tulisan-tulisanmu," kataku, yang kemudian dia sambut dengan ucapan terima kasih. Padahal, di dalam hati aku berkata, "Sayang, kau tak sehangat tulisan-tulisanmu. Kupikir kau orangnya hangat, menarik, tak akan pernah kehabisan bahan cerita. Eh, ternyata nyaris gagap di "darat"! Laki-laki yang tidak menarik!"


Tetapi kekecewaanku lebih dari sekadar terobati ketika menyaksikan penampilannya di depan forum. Di antara moderator dan tiga orang pemakalah yang dipanelkan di dalam sesi itu, ia benar-benar jadi bintang. Tiba-tiba aku melihat dia dengan wajah baru, dengan kesegaran baru, dengan semangat baru. Dia tidak lagi gagap, bahkan terkesan garang, walau tidak segarang tulisan-tulisannya yang selama ini aku kenali (catatan: kemudian aku tahu bahwa sekian banyak tulisannya tidak aku kenali sebagai tulisannya karena dia menulis dengan beberapa nama samaran). Tiba-tiba aku melihat auranya menjadi sedemikian cemerlang. Ia menjadi sangat menarik, bahkan sangat merangsang! Aku pun kasmaran. Benar sekali kata Diat, temanku, bahwa bagian tubuh paling seksi itu adalah otak!

Maka, begitu ia turun dari tempatnya, aku ikutan menghambur untuk menyalaminya, mengucapkan selamat atas kesuksesannya sebagai pembicara, dan yang paling penting adalah memuaskan diri, menghisap aroma keringatnya yang tak jadi soal lagi walau berbaur dengan bau kerak nikotin yang sangat menyengat itu. Ini hari keempat. Dan pada hari keenam, aku harus sudah meninggalkan kota dengan segudang sebutan ini: Kota Budaya, Kota Pelajar, Kota Gudeg, Kota "Seks in the Kost".*)

Hari kelima, waktu istirahat dan makan siang, aku sudah menjadi akrab dengannya. Dari sorot matanya aku tahu betul bahwa diam-diam ia pun mengagumiku. "Pertanyaanmu tadi sangat cerdas," pujinya. Aku tidak terkejut, tetapi sedikit kecewa. Aku ingin ia bilang aku cantik. Ah!

Lalu kami berdiskusi sambil makan, minum, dan sebentar kemudian ia menjadi laki-laki berasap. Rokoknya sambung-menyambung. Tetapi anehnya, aku makin kerasan berada di dekatnya. Waktu pun seperti makin bersicepat. Hanya tinggal satu hari satu malam kesempatan tinggal di tempat yang sangat menyenangkan ini.

"Setelah ini inginmu masuk ke ruang apa?" tanyaku tiba-tiba, dan aku pun kaget sendiri, membayangkan dia tahu persis apa motivasi pertanyaan itu.

"Sebenarnya aku sudah sangat jenuh. Mereka hanya mengulang-ulang kalimat-kalimat lama. Persoalan-persoalan lama. Lagu lama. Aku sih pengin jalan-jalan saja. Esok sudah hari terakhir. Tapi…."

"Boleh aku ikut?"
"Oh, ya? Sebenarnya aku mau ajak Titok, tetapi dia pulang tadi pagi, ditelepon istrinya. Katanya ada sesuatu yang penting yang mesti cepat ia selesaikan."
"O, Titok yang dari Solo itu, ya?"
"Ya. Kenal dia?"
"Kenal, terutama dari tulisan-tulisannya."
"Ya, aku juga suka membaca tulisan-tulisannya. Aku juga baru mengenalnya secara langsung di sini, terutama karena harus sekamar dengannya."

Sebentar kemudian kami sudah berada di sebuah taksi. Keliling kota. Turun di warung ikan bakar, makan sama-sama, lalu jalan kaki sama-sama. Lelah, naik taksi lagi, turun, jalan-jalan lagi, begitu entah sampai berapa kali ganti taksi. Lalu, tiba-tiba kami sudah berada di pusat kota. Orang bilang, belumlah sempurna mengenal kota ini tanpa pernah menyusuri jalan yang satu ini.

Jika aku ingin memberimu tanda mata, apa yang kauinginkan?" demikian pertanyaannya, sangat mengejutkanku! Dan yang lebih mengejutkanku lagi adalah jawaban spontanku, "Cincin!"

Oh, ya?""
Tapi bukan cincin emas. Aku menginginkan sebentuk cincin perak. Kau mau membelikannya untukku? Lalu, sebagai kenang-kenangan dariku, apa yang sebaiknya kubeli untukmu?"
"Cincin."
"Ha?"
"Aku sudah punya cincin emas, aku juga ingin punya cincin perak, yang di lingkar dalamnya terukir namamu."
"Hah…?"
"Apakah permintaanku berlebihan?"Aku tidak memberikan jawaban berupa kata-kata untuk pertanyaan itu. Tetapi kemudian aku penuhi permintaannya dan dipenuhi pula permintaanku. Kami, masing-masing mendapatkan sebentuk cincin "bernama". Ada namaku pada cincin yang kubeli untuknya, dan ada namanya pada cincin yang dia beli untukku. Aku merasa sangat senang, jika terlalu berlebihan untuk disebut bahagia. Rasanya seperti ketika waktu kanak-kanak dulu mendapatkan baju baru, atau hadiah menarik dari ayah atau ibu. Hatiku berbunga-bunga. Bunga warna-warni: merah, kuning, putih, biru. Aku hampir saja melompat ke dadanya yang kerempeng itu. Coba, jika benar itu kulakukan dan kemudian ia terjengkang dan terkapar dalam keadaan aku bertahta di atas dadanya, betapa konyolnya. Hahaa, sebenarnya aku ingin mengatakan, "Betapa dramatiknya!"Kemudian tibalah saat yang menyedihkan itu. Acara berakhir, dan aku harus berpisah dengannya.

"Kau selalu di hatiku," gombalnya.
"Ah, terlalu dalam.
Aku ingin berada di atas dadamu saja," lucuku.
Tetapi dia tidak tertawa. Aku juga. Kami benar-benar bersedih.

"Jangan bosan-bosan membalasnya, aku akan rajin mengirimimu SMS," pintanya.

"Tentu. Bisa jadi aku akan lebih rajin mengirimimu."

"Ya, kirimkan rindumu padaku."

"Tentu!"
Di bandara kulihat matanya berkaca-kaca. Sayang, kami harus menaiki pesawat yang berbeda. Ada keharuan yang mendesak-desak ketika kami saling melambaikan tangan. Sama-sama melambaikan tangan kiri, sekalian untuk saling meyakinkan bahwa kami memakai cincin bernama itu di jari manis kami. Aku yakin dia tidak sedang berbasa-basi. Seperti aku, tidak sedang berbasa-basi.
Kini, aku sedang melayang-layang menyibak gugusan awan, lalu menukik tajam, bagai tersedot mulut jurang tanpa dasar itu: cinta!Berlama-lama aku memandangi sebentuk cincin yang melingkar di jari manisku ini. Lalu kulepas, kupandangi deretan huruf di lingkar dalamnya, sebelum kemudian kupakai lagi, kulepas lagi, kupakai lagi… Pikiran dan perasaanku menjadi sangat sibuk. Seolah aku sudah tidak kuasa mengendalikan diri. Tiba-tiba aku sudah menyalakan komputer.

"Thing, thung, thing…." Ouw! Itu suara ponselku jika menerima SMS.

"Aku mulai gelisah, cemas, dan merasa kesepian.
Aku merindukanmu!"
"Oh, aku juga."
"Aku yakin, aku sangat mencintaimu."
"Rasanya, aku juga."
"Oh, ya? Kita menikah saja, ya?"
"Hm, secepat ini kaubuat keputusan? Aku takut kau sedang mabuk."
"Mabuk? Aku tak suka minum."
"Mabuk asmara, maksudku."
"Ah, percayalah padaku."
"Aku percaya. Tetapi kapan kita akan menikah?"
"Sekarang juga!"
"Ha…? Sekarang…?"
"Ya. Kunikahi kau dengan segenap cintaku. Tak sabar lagi aku untuk memanggilmu sebagai istriku."
"Ya, kuterima cintamu. Aku bersedia menjadi istrimu, suamiku!"
"Oh, istriku….!"
"Ya, suamiku…!"
"Chpmshshmmmm…..!"
"Mmmmuach…!"Lagi, di depan komputer, berlama-lama kupandangi sebentuk cincin yang melingkar di jari manis ini. Lalu, kulempar ke dalam keranjang sampah sekantung cincin bernama yang kubangga-banggakan selama ini. Dan sambil sesekali membalas SMS "suamiku", aku pun mulai menulis, "Saat pertama melihat tampangnya, tak sedikit pun aku menduga bakal mengalami kecelakaan ini: jatuh cinta! Ia tidak tampan…."

 

blogger templates 3 columns | Make Money Online